1. Mr. Palomar
Tokoh yang dibuat oleh Calvino tentang Mr. Palomar adalah orang yang mencari ‘kunci untuk menguasai kompleksitas dunia dengan menguranginya (mereduksi) menjadi mekanisme yang paling sederhana’. Konsep Mr. Palomar ini berusaha menyederhanakan segala sesuatu untuk dapat memahaminya.
Di era globalisasi, kita dipaksa untuk menitikberatkan perhatian pada keseluruhan dunia fenomena hukum. Di dunia yang semakin saling ketergantungan satu sama lain, hampir semua studi hukum menjadi kosmpolitan. Bagi studi hukum kosmopolitan, ada kebutuhan terhadap kebangkitan jurisprudens umum dan pemikiran ulang tentang hukum perbandingan dari perspektif global.
2. Hukum Perbandingan: Pandangan Pihak Luar
Literatur sekunder tentang hukum perbandingan dapat diringkas dalam empat proposisi atau hipotesis. Pertama, literatur sekunder yang menunjukkan gejala-gejala disiplin marjinal baru yang berusaha untuk membuat dokumentasi resmi dalam hal penghormatan intelektual, manfaat praktis, dan ‘relevansi’. Kedua, dalam 20 tahun terakhir hukum perbandingan memiliki keragaman praktek untuk mencakup berbagai bidang hukum melampaui fokus tradisional pada hukum perdata, terutama kewajiban; tetapi membuat teori tentang subyek telah tidak sejalan dengan perkembangan-perkembangan ini. Ketiga, studi mikro-komparatif telah mendominasi hukum perbandingan yang melembaga; terutama dalam tradisi Anglo-Amerika. Dan keempat, hukum perbandingan dan teori hukum di era modern telah terpisah: beberapa ahli jurisprudens kanonik modern telah memberikan banyak perhatian pada hukum perbandingan dan masalah teoritisnya; sebaliknya, beberapa ahli hukum perbandingan utama telah banyak menggunakan jurisprudens modern.
Studi komparatif (perbandingan) harus menjadi pusat disiplin ilmu kosmopolitan di akhir abad 20; membangun gambaran hukum yang akurat dan koheren di dunia adalah tugas utama jurisprudens umum; perbandingan dan generalisasi dalam hukum dipenuhi dengan kesulitan teoritis dan, pada gilirannya, teori hukum perlu mengambil wawasan yang diberikan oleh hasil perbandingan yang terperinci. Singkatnya, hukum perbandingan dan teori hukum membutuhkan satu sama lain.
Tulisan sekunder standar tentang hukum perbandingan membedakan antara dua pendekatan utama: studi perbandingan makro yang ditunjukkan oleh pendekatan Sistem Besar (Grands Systemes) dari Rene David dan lainnya, dan studi perbandingan mikro yang biasanya digambarkan sebagai mendekati tipe ideal yang disebut ‘Tradisi Negara dan Barat’.
3. Perbandingan Makro: Perdebatan The Grands Systemes
Pembagian kadang-kadang dilakukan dalam hukum perbandingan antara studi ‘keluarga hukum’ dan perbandingan terperinci dari aspek-aspek doktrin hukum tertentu. Ini mencerminkan pembagian antara studi perbandingan makro dan mikro. Ini terkadang dianggap sebagai dua usaha yang berbeda, tetapi semua ahli hukum perbandingan tahu bahwa ada banyak tingkatan perbandingan yang saling berkaitan dan bahwa hampir semua pekerjaan harus dilakukan pada sejumlaah tingkatan yang tidak dapat dipisahkan. Perlu untuk membedakan antara dua bentuk tersebut karena dalam praktek mereka sering memiliki tujuan-tujuan yang berbeda dan disajikan kepada pihak yang berbeda.
Studi ‘keluarga hukum’ kadang-kadang disamakan dengan ‘pendekatan The Grands Systemes’. Ini berkembang dalam dua konteks utama: kursus pengantar yang dirancang untuk memberikan mahasiswa hukum suatu tinjauan (atau peta) hukum di dunia dan Ensiklopedia Hukum Perbandingan Internasional.
Jika tujuan utama disiplin ilmu hukum adalah untuk memajukan pengetahuan dan pemahaman tentang masalah pokoknya, maka pasti salah satu aspeknya harus merupakan aspirasi untuk membangun gambaran total yang akurat dan lengkap tentang hukum di dunia.
Tradisi The Grands Systemes secara umum tidak menangani hal ini. Salah satu alasannya adalah bahwa tradisi ini telah terjebak dalam perdebatan panjang tentang bagaimana mengelompokkan sistem hukum (tatanan) utama di dunia. Zweigert dan Kotz telah menolak upaya untuk menggunakan ras atau lokasi geografis atau hubungan produksi atau ideologi sebagai kriteria utama, membatasi ide pada gaya pemikiran hukum yang dominan tentang sistem hukum kehidupan modern. Mereka mengidentifikasi lima faktor sebagai sentral gaya keluarga hukum: (1) latarbelakang atau perkembangan sejarah, (2) keutamaannya dan karakteristik cara berpikir dalam masalah hukum, (3) terutama lembaga-lembaga hukum yang berbeda, (4) jenis-jenis sumber hukum yang diakui dan cara menanganinya, (5) ideologinya.
Berdasarkan kriteria-kriteria ini, Zweigert dan Kotz mengelompokkan ‘sistem-sistem hukum’ menjadi delapan kelompok atau keluarga: keluarga Romanistik (Romawi), keluarga Nordik, keluarga Common law, keluarga sosialis, sistem Timur Jauh, sistem Islam, dan hukum Hindu.
Ini merupakan kategorisasi yang aneh. Skema Zweigert dan Kotz dianggap kurang memuaskan. Taksonomi yang memuaskan perlu memiliki tujuan yang didefinisikan dengan jelas; unit-unit perbandingan yang jelas; pembedaan yang tepat dan pasti; dan spesies yang tidak tumpang tindih yang menghabiskan genusnya. Di dalam keluarga hukum memperdebatkan kondisi-kondisi ini yang secara umum tidak dipenuhi.
Pertama, tujuan. Penggunaan yang paling umum adalah untuk memperkenalkan hukum secara umum atau sistem hukum tertentu bagi mahasiswa hukum pemula atau sebagai pengenalan dasar bagi hukum perbandingan atau bagi pembaca non-spesialis. Pemetaan pengenalan tersebut dapat berfungsi dalam memberikan konteks umum bagi studi-studi khusus. Untuk tujuan sederhana tersebut, tinjauan yang mentah mungkin sudah cukup; dapat berupa berbagai hal, dan nilai relatif dari taksonomi yang berbeda jarang membutuhkan perhatikan teoritis yang serius. Namun, untuk tujuan mengembangkan jurisprudens umum modern, pendekatan untuk membangun gambaran total hukum di dunia perlu lebih sistematik dan akurat.
Kedua, tingkat-tingkat perbandingan. Jika daftar calon untuk memetakan mencakup berbagai bentuk hukum non-negara dan sistem negara nasional dan sub-nasional, maka sulit untuk menemukan satu dasar tunggal untuk mengelompokkan mereka: hukum Skotlandia, hukum New York, hukum Islam, hukum Pasagarda, dan hukum Uni Eropa bukan merupakan spesies dari satu genus tunggal. Beberapa calon untuk dimasukan dalam peta hukum dunia yang komprehensif tidak melihat batas-batas negara: misalnya hukum Islam, lex mercatoria, hukuk kanon (norma), atau hukum Romawi, calon-calon lain seperti hukum Uni Eropa dan hukum Internasional Publik melampaui batasan negara tetapi sangat berhubungan dengan negara-negara berdaulat; seperti hukum Mississippi atau hukum Dinka atau Maori terbatas dalam batasan negara. Untuk menggambarkan tatanan hukum berkaitan dengan hubungan global, internasional, transnasional, regional atau lokal dan nasional, membutuhkan pembedaan tingkat-tingkat klasifikasi (pengelompokan). Masing-masing tingkat membutuhkan pembedaan/pembagian tersendiri. Taksonomi yang paling standar terbatas pada satu atau dua tingkat, biasanya hukum publik atau agama.
Ketiga, bahkan asumsi bahwa fokus ada pada hukum negara, tidak jelas apakah unit-unit perbandingan, apa yang dibandingkan, adalah sistem, tatanan, budaya atau tradisi. Kadang ini semua berjalan bersamaan sehingga pengelompokan tidak mengandung spesies dari satu genus tunggal. Dengan kata lain, tidak jelas keluarga hukum merupakan keluarga apa. Banyak ahli hukum perbandingan yang secara langsung maupun tidak langsung menganggap ‘sistem hukum’ sebagai unit perbandingan. Namun istilah yang digunakan sangat membingungkan: hukum Jerman, hukum Islam dan hukum Afrika adalah ‘sistem hukum’ dalam pengertian yang berbeda. Jika ‘sistem hukum’ digunakan dalam arti yang tepat, misalnya sistem hukum negara dari semua anggota PBB atau tatanan hukum yang memenuhi beberapa kriteria jurisprudens bagi eksistensi sistem hukum, maka tidak mungkin untuk mengakomodir beberapa calon standar seperti hukum Islam, Hindu atau Afrika. Jika ‘tradisi’ atau ‘budaya’ disubstitusi, pengertiannya tidak jelas sehingga memunculkan penolakan untuk menggunakan mereka bagi sistem pengelompokan yang tepat dan bermanfaat.
Hukum Hindu dapat diinterpretasikan sebagai sistem konsep dan prinsip, tetapi bukan sebagai sistem hukum negara. Meski ada beberapa negara Islam, hukum Islam tidak terbatas pada negara tersebut. Hukum Islam dapat dilihat dari berbagai perspektif: misalnya, sistem norma, atau sebagai kumpulan ide, atau sebagai budaya yang mencakup praktek dan gaya serta ide interpretatif , atau sebagai tradisi yang mencakup perubahan atau perkembangan sepanjang waktu sehubungan dengan semua ini – bahkan dalam sistem yang diputuskan oleh Tuhan. Jika melihat hukum Islam di Arab Saudi atau Sudan atau Malaysia atau Inggris, untuk memahaminya perlu melihat sejarah, lembaga, penduduk, dan praktek lokal, serta norma, konsep dan budaya.
Pertimbangan yang sama diterapkan pada hukum lembaga-lembaga keagamaan seperti huku Yahudi atau Budha, atau budaya tanpa negara atau tradisi seperti ‘Hukum Gipsi’. Istilah ‘Hukum Afrika’ awalnya mengacu pada hukum adat atau tradisional masyarakat Afrika, jarang digunakan untuk mengacu pada sistem hukum nasional negara berdaulat modern di Afrika. Hukum sosialis atau sistem hukum sosialis merupakan kategori yang tidak mudah. Sistem hukum sosialis adalah sistem hukum negara yang dipengaruhi oleh ideologi tertentu pada periode tertentu dari sejarah mereka – di sini perbedaan dengan ideologi lain seperti demokratik sosial, liberal, atau sistem agama; dan ideologi yang secara langsung relevan dengan semua gaya pemikiran hukum.
Keempat, bagian perdebatan keluarga hukum telah terpusat pada pembedaan pengelompokan (klasifikasi). Ada banyak cara mengelompokan sistem hukum atau tatanan seperti halnya kota dan negara. Ras, bahasa, tahap pembangunan ekonomi, ideologi, sumber sejarah, konsep dan ‘lembaga’ substantif, dan bahkan iklim di antara faktor tersebut.
Ide gaya pemikiran dapat diterapkan pada cara berpikir dalam kedua keluarga sistem hukum negara dan beberapa bentuk hukum non negara, seperti hukum Islam, Yahudi dan Gipsi. Tetapi ide ‘gaya pemikiran’ dominan perlu didekati dengan frase reduksionis seperti ‘pikiran hukum’ dan ‘berpikir seperti pengacara’. Beberapa profesi hukum sangat ditinggikan; bahwa sepanjang pengacara berpikir, mereka tidak hanya berpikir tentang persoalan hukum; dan bahwa dalam semua sistem hukum atau budaya atau tradisi apa yang merupakan cara berpikir valid, logis dan tepat dan interpretasi tentang persoalan hukum terus dipertentangkan. Merupakan hipotesis bahwa pola-pola pertentangan tentang berpikir hukum dan interpretasi terus berulang, dengan variasi lokal, lintas budaya – misalnya perbedaan antara interpretasi sengaja dan faktual, berpikir ‘gaya besar’ dan ‘gaya formal’, berpikir substantif dan otoritas, dan perbedaan yang diperdebatkan dalam common law dan filosofi hukum sipil.
Perbandingan mikro melengkapi perbandingan makro. Satu tugas bagi jurisprudens umum adalah membangun gambaran fenomena hukum di dunia sebagai keseluruhan.
4. Perbandingan Mikro: Tradisi Negara dan Barat
Satu hal yang menarik fokus perhatian pada unit-unit yang lebih kecil adalah karena lebih mudah ditangani. Ini adalah apa yang dipikirkan Mr. Palmer.
Dari penjelasan ahli hukum perbandingan terkemuka, kita dapat membangun tipe ideal konsepsi ‘Hukum Perbandingan’ utama dengan karakteristik berikut:
- Masalah pokok utama adalah hukum positif dan sistem hukum ‘resmi’ negara bangsa (sistem hukum publik).
- Fokus secara eksklusif pada masyarakat kapitalis Barat di Eropa dan Amerika Serikat, dengan pertimbangan yang kurang terhadap ‘Timur’ (negara sosialis termasuk China), ‘Selatan’ (negara miskin) dan negara kaya di Laut Pasifik (Jepang, macan Asia).
- Perhatian pada persamaan dan perbedaan antara common law dan civil law, seperti digambarkan oleh tradisi atau sistem ‘orang tua’, terutama Prancis dan Jerman untuk hukum sipil, Inggris dan Amerika Serikat untuk common law.
- Fokus hampir seluruhnya pada doktrin hukum.
- Fokus dalam praktek terutama pada hukum privat, terutama hukum kewajiban, yang sering dianggap mewakili ‘inti’ sistem atau tradisi hukum.
- Perhatian dengan deskripsi, analisis, dan penjelasan daripada evaluasi dan saran, kecuali bahwa salah satu penggunaan utama ‘hukum perbandingan legislatif’ diklaim sebagai pelajaran untuk dipelajari dari solusi asing pada ‘masalah yang sama’ – klaim yang secara teoritis bermasalah.
Proposisi ini adalah tipe ideal untuk penjelasan sekunder yang paling eksplisit tentang sifat dan lingkup hukum perbandingan. Ini relevan untuk membuat sejumlah argumen sebagai berikut.
Pertama, antara 1945 dan 1980, asumsi ini sangat berpengaruh dalam hal konseptualisasi sub-disiplin dan pelembagaannya dalam jurnal, buku teks, kursus, proyek, dan semua cara berpikir di atas. Model Negara dan Barat terbatas dalam hal masing-masing unsurnya: hukum publik, negara Barat, dengan doktrin khususnya hukum privat, dan perbedaan antara sistem hukum sipil dan common law ‘orang tua’ sebagai fokus utama. Banyak literatur sekunder tentang hukum perbandingan sebagai bidang ilmu memiliki fokus yang sempit, mengabaikan beberapa contoh praktek terbaik, dan merendahkan kekayaan, keragaman dan perbedaan studi hukum transnasional dan kosmopolitan.
Ahli hukum perbandingan kadang-kadang bersikukuh pada perbedaan antara hukum asing dan hukum perbandingan. Perbandingan mencakup berbagai kegiatan dan asing adalah persoalan relatif. Pada tingkat teoritis hampir semua deskripsi mencakup perbandingan. Kita menggunakan perbandingan dalam hidup sehari-hari menggunakan analogi, model, metafora, tipe ideal dan berbagai alat lainnya. Beberapa contoh karya terbaik ahli hukum perbandingan misalnya:
· Studi paralel (studi Biclefeld Kreis tentang contoh dan interpretasi statuta);
· Menjelaskan sistem sendiri dibandingkan dengan yang lain, seperti studi Llewellyn di Amerika.
· Dan sebagainya.
Model Negara dan Barat sekarang sudah ketinggalan jaman, tetapi belum digantikan oleh teori yang koheren. Ini tidak menyarankan bahwa harus mengganti satu teori reduksionis dengan yang lain, tetapi bahwa isu utama berkaitan dengan lingkup, metode, pembandingan, perbandingan, dan hubungan dengan persoalan lain yang perlu ditangani.
Kritik terhadap model Negara dan Barat perlu dihargai dan dikembangkan. Pertama, ada alasan yang baik untuk menyempitkan fokus, terutama di tahap awal. Kedua, ada manfaat dan biaya dalam kualitas karya yang dilakukan dalam kerangka Negara dan Barat.
Model Negara dan Barat memiliki empat kelemahan utama: digambarkan secara sempit; telah terisolir dari bidang yang sama; ketinggalan jaman; dan teori di bawah standar. Apa yang kurang adalah pandangan koheren tentang usaha dan diskusi tentang isu-isu pembandingan, metode, tingkat, tujuan dan sebagainya. Singkatnya, pekerjaan jurisprudens tidak dilakukan secara memadai bagi studi hukum perbandingan atau kosmopolitan. Sehingga perlu pemikiran ulang yang radikal.
5. Pemikiran Ulang Hukum Perbandingan: Agenda Teoritis
Salah satu implikasi globalisasi bagi disiplin ilmu hukum adalah bahwa ia memerlukan kebangkitan jurisprudens umum dan pemikiran ulang hukum perbandingan dari perspektif global sebagai unsur utama dalam studi hukum kosmopolitan. Pemikiran ulang hukum perbandingan mencakup semua tugas utama teori hukum termasuk sintesa, konstruksi dan penjelasan konsep, perkembangan penting prinsip-prinsip normatif umum, mengembangkan teori-teori tatanan menengah empiris dan normatif, dan teori kerja yang memberikan panduan bagi berbagai peserta, termasuk ahli hukum perbandingan, sejarah intelektual, dan kajian kritis tentang asumsi dan premis yang mendasari diskusi hukum.
Konstruksi dan penjelasan konsep merupakan perhatian tradisional jurisprudens analitik. Jurispruden analitik perlu memperluas fokusnya pada konsep-konsep kunci dalam sub-disiplin khusus yang berhubungan dengan hukum termasuk teori tata negara, hukum dan ekonomi, sosiologi hukum, dan studi sosio-hukum.
Tugas lain bagi jurisprudens analitik adalah membantu analisis terminologi dasar studi perbandingan. Ahli hukum perbandingan berpendapat bahwa ‘hukum perbandingan adalah metode, bukan subyek’, tetapi tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan metode tersebut.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Galery Video
Waktu Saat Ini
Link Almamater
Link Silarurahim
Hiburan
Jadwal Sholat
Rangkin FIFA
www.amrulgunper82.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.
Sahabatku
Sosok Hukum
Live Terbeken FM
Berita Lain
-
TUGAS POKOK HAKIM ( Makalah Pembinaan Hakim ) Yang harus dilakukan para Hakim terkait dengan tugas pokok : A. Menerima, memeriksa dan mengad...
-
Nalar dan Wahyu Filsafat dan Agama berbicara tentang hal yang sama, yaitu manusia dan dunianya. Apabila yang satu membawa kebenaran yang be...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gugatan perwakilan kelompok atau yang lebih dikenal dengan istilah class action yakni merupakan su...
-
Produk hakim dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan ada 3 (tiga) macam, yaitu: 1) Putusan 2) Penetapan 3) Akta perdamaian Putusan...
-
Sebuah legenda beredar dari kaki Gunung Karampuang , Kabupaten Sinjai , Sulswesi Selatan. Legenda tentang seorang manusia sakti bernama ...
-
(Dikutip dari www.bambangoke.com) Install IDM 5.19 tadi, setelah selesai maka akan muncul peringatan Internet Download Manager has been Reg...
-
(penulis : ITA) 1. Mr. Palomar Tokoh yang dibuat oleh Calvino tentang Mr. Palomar adalah orang yang mencari ‘kunci untuk menguas...
-
Kompilasi Hukum Islam dan UU Perlindungan Anak (Kajian Terhadap Permasalahan Itsbat Nikah/Itsbat Poligami) Amirullah Arsyad Pe...
-
( Dikutip dari Justitia Blog oleh Alie ) John Austin memberikan defenisi hukum sebagai “peraturan yang diadakan untuk memberikan bimb...
-
INDAHNYA PERSAHABATAN ( Catatan ini ku persembahkan buat sahabatku Rusmin Saleh dan Arsyad Beddu Lele 0 Tak pernah terfikirkan sebelumny...
Kalender
About Me
- Amirullah Arsyad
- Lahir di Sinjai tanggal 7 Juli 1982, putra ke 5 dari 7 orang bersaudara pasangan M. Arsyad Bakry dan St. Hasnah Gani (alm), riwayat pendidikan dimulai dari SD Negeri 183 Sinjai (1994,kemudian mengembara menimba ilmu di kampung tetangga, Madrasah I'dadiyyah DDI Mangkoso (1995), MTS DDI Mangkoso (1998), MA DDI Mangkoso (2001), STAI DDI Mangkoso (2006), dan saat ini sedang menyelesaikan pendidikan pada program Pascasarjana UMI Makassar konsentrasi Hukum Perdata. Jenjang karir mulai tahun 2007 (CPNS/Cakim) pada PA Jeneponto, kemudian tahun 2010 diangkat menjadi Hakim di PA Bitung, Sulut. Semasa Aliyah sampai S1 dia aktip di Organisasi daerah asal santri ORDAS IKSAGO, KUMSASIN, disamping juga aktip di Organisasi kemahasiswaan. Motto : jabatan bukanlah cita-cita, tetapi hanya alat untuk meraih cita-cita, cita-cita yang sejati adalah kembali ke kampung asal di SURGA
0 komentar:
Posting Komentar