KETIKA MARKUS ‘MENGEROYOK’ HAKIM
Oleh : Amirullah Arsyad, SHI
MAAF, TULISAN INI MASIH DALAM TARAF PENGEDITAN DAN PENAMBAHAN, BEBERAPA TULISAN ORANG LAIN UNTUK MASIH TERPASANG SEBAGAI BAHAN BACAAN, PERBANDINGAN DAN MASUKAN UNTUK TULISAN INI
PENDAHULUAN
Suatu hari, serombongan laki-laki mendatangi sebuah kantor Pengadilan Agama, mereka dengan pongahnya memasuki kantor pengadilan tanpa melapor ke pusat pelayanan dan informasi, mereka langsung memasuki ruangan di instansi tersebut yang dituju adalah pimpinan kantor (ketua) pengadilan agama. Dengan alasan untuk konsultasi mereka menyerang ketua dengan kata-kata yang sungguh tidak sopan, menggurui bahkan mengancam akan menyebarkan kasus ini ke media.
Rombongan itu (menurut pengakuan meraka) terdiri dari seorang anggota LBH, dan beberapa ‘wartawan’. Mereka memprotes keras putusan hakim yang tidak memenangkan klien mereka dalam sidang beberapa hari yang lalu. Informasi saya kami dapatkan bahwa ‘T’ melalui ‘kuasa’nya telah mengajukan gugatan harta bersama yang mereka sendiri tidak tahu asal usul dan bagaimana harta yang disengketakan.
Beberapa hari sebelumnya anggota LBH yang merupakan wajah-wajah yang sering membawa orang berperkara ke instansi pemerintah tersebut, mereka bertingkah layaknya pengacara, mereka mendaftarkan ‘clien’ mereka di kepaniteraan Pengadilan Agama, dengan wajah dan kata-kata yang sungguh membuat ‘orang bawaannya’ sumringah dan yakin dengan kemenangan atas perkaranya.
Usut punya usut ternyata markus-markus itu telah menjanjikan kemenangan atas klien mereka, dengan bayaran puluhan juta dan kelihaian bersilat lidah, mereka memperdaya klien mereka dengan janji-janji manis akan memenangkan perkaranya bahkan dengan dengan cara menjual nama hakim dengan mengatakan akan membayar hakim yang menangani perkara supaya pihaknya dimenangkan. Astagfirullah, Sungguh fitnah yang sangat keji, karena hakim-hakim itu lebih mengedepankan kejujuran dalam bertugas sebagaimana amanah agama, dan juga etika profesi (PPH) yang mereka pedomani.
Pihak yang kecewa dengan ‘kuasa bayangan’ (baca : markus) tersebut dengan polosnya akhirnya mengaku bahwa mereka telah memberikan sejumlah uang kepada ‘kuasa bayangan’ tersebut dengan jaminan akan membantu memenangkan perkaranya. Adalah wajar bila masyarakat awan (baca : orang kampung) yang memang buta dengan ketentuan-ketentuan hukum, mereka dengan mudah termakan rayuan orang-orang yang dengan tega memanfaatkan kepolosan mereka untuk menuai keuntungan pribadi.
Penomena Markus Dimasa Kini
Akhir-akhir ini kita melihat pemberitaaan-pemberitaan di sebagaian besar media, tengah marak memberitakan dan menyoroti persoalan-persoalan hukum yang tengah dirundung masalah. Kita pernah dan sering mendengar adanya istilah ” mafia peradilan ” yang menyoroti hakim-hakim yang bermasalah , dan pada akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah “mafia hukum” yang menyoroti tentang adanya makelar kasus (markus) yang berkeliaran di area institusi-institusi penegak hukum. Dengan fenomena mafia hukum yang muncul akhir-akhir ini, bahkan sampai-sampai membuat pemerintah meninjau ulang dan merevisi program kerja untuk disesuaikan dengan dinamika yang berkembang di masyarakat, dengan mencanangkan ” pemberantasan mafia hukum ” dan menempatkan agenda ini pada urutan pertama. Untuk membuktikan agenda tersebut, maka selanjutnya dibentuklah ” Satuan Tugas ( Satgas) Hukum ” dimaksudkan guna memerangi makelar-makelar kasus ( markus ) serta melakukan investigasi dan kemudian merekomendasikan kepada pejabat yang berkompeten, terkait dengan permasalahan-permasalahan hukum yang ditemukannya.
Pada hakekatnya kedua sebutan atau istilah mafia tersebut maknanya sama, ialah adanya kongkalingkong untuk melakukan transaksi jual beli perkara pidana yang dilakukan oleh markus dengan oknum penegak hukum yang dalam hal ini adalah Polri, Jaksa, dan Hakim. Hanya kalau istilah mafia peradilan lebih spesifik ditujukan kepada oknum Hakim yang memperjual belikan putusan.
Sebagai seorang Advokat atau Pengacara yang telah berkiprah belasan tahun di dunia hukum, tentunya saya juga banyak tahu tentang liku-liku transaksi ” jual beli ” perkara, baik itu perkara perdata maupun perkara pidana, khususnya mengenai perkara pidana. Menurut pengalaman yang saya ketahui dilapangan, transaksi jual beli semacam ini, kecenderungannya dilakukan oleh perseorangan. Hampir saya tidak pernah ketahui dan atau saya dengar, hal semacam ini dilakukan oleh sekelompok atau sebuah organisasi yang terorganisir. Kecenderungannya dilakukan oleh perseorangan dengan menggunakan pengaruh-pengaruh pejabat negara.
Jujur saja makelar kasus memang betul-betul ada, namun demikian tidak semarak ketika era orde baru. Pada era reformasi makelar kasus masih ada, akan tetapi agak berkurang ketimbang pada masa orde baru, mengapa demikian ? kalau kita mau jujur masa reformasi ini relatif bagus untuk kemajuan di bidang hukum, kendati belum amat signifikan tetapi setidak-tidaknya supremasi hukum kita kian membaik seiring dengan keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi. Lembaga ini dikalangan pejabat cukup disegani, sehingga membuat banyak pejabat yang takut berniat melakukan korupsi. Selama ini saya menilai, Lembaga ini cukup baik mengantarkan ke kemajuan supremasi hukum kita, sebagai contoh sejak adanya KPK, tidak sedikit pejabat-pejabat tinggi negara yang diseret kemeja hijau bahkan sampai divonis hukuman penjara puluhan tahun. Coba pembaca menengok kebelakang ketika zaman orde baru, nyaris tak pernah ada seorang pejabat bahkan ke level bawah bupati yang yang terseret ke meja hijau dan sampai dipenjarakan. Sementara ini menurut hemat saya, KPK amatlah patut menjadi ” teladan hukum ” bagi institusi penegak hukum di negara kita, dan lebih-lebih pembaca yang ramai-ramai mencanangkan ” Teladan Hukum ” di negara kita.
Sebenarnya pemerintah juga sudah berusaha mengatisipasi serta mencoba memberantas mafia hukum ini, dengan dibentuknya komisi-komisi di institusi penegak hukum, seperti di tubuh Polri ada Komisi Kepolisian, lalu ditubuh Kejaksaan ada Komisi Kejaksaan, dan di Pengadilan ada Komisi Yudisial, adapun komisi-komisi ini bertugas melakukan pengawasan, penyelidikan dan penyidikan kepada jajaran penegak hukum di masing-masing institusinya jika disinyalir ada dugaan penyimpangan, dan selanjutnya apabila ditemukan ada indikasi kuat terjadi penyimpangan maka Komisi ini akan merekomendasikan kepada atasannya, dan bilamana perlu rekomendasi ini disampaikan kepada Presiden untuk dilakukan tindakan tegas. Barangkali dipandang Komisi-Komisi ini kurang bergigi, maka dibentuklah lembaga baru yang berdiri beberapa hari yang lalu yang bernama Satgas Hukum.
Kalau saya mengamati kejadian makelar kasus atau istilah yang lagi ngetrend mafia hukum ini, akan terminimalisir manakala banyak pejabat penegak hukum yang tidak memberikan peluang kepada mereka. Namun kenyataannya masih banyak pejabat penegak hukum yang memberikan dan membuka peluang mereka masuk lantaran adanya sebuah rayuan, iming-iming dan sebagainya sehingga membuat oknum pejabat tersebut terbujuk untuk melakukan sesuatu demi kepentingan si markus tersebut.
Tapi itulah hakim, dengan segala keterbatasan pasilitas yang diberikan kepadanya mereka masih mengedepankan kejujuran dalam bertugas meski nyawa mereka jadi taruhannya. Meski acapkali pandangan sinis tetap mereka terima dari oknum-oknum yang kecewa dengan kejujuran mereka. Toh mereka yakin yang Maha Kuasa tidak akan memnutup mata akan karya dan pengabdian mereka sebagai Wakil Tuhan menegakkan keadilan di Bumi ini.
Oleh : Amirullah Arsyad, SHI
MAAF, TULISAN INI MASIH DALAM TARAF PENGEDITAN DAN PENAMBAHAN, BEBERAPA TULISAN ORANG LAIN UNTUK MASIH TERPASANG SEBAGAI BAHAN BACAAN, PERBANDINGAN DAN MASUKAN UNTUK TULISAN INI
PENDAHULUAN
Suatu hari, serombongan laki-laki mendatangi sebuah kantor Pengadilan Agama, mereka dengan pongahnya memasuki kantor pengadilan tanpa melapor ke pusat pelayanan dan informasi, mereka langsung memasuki ruangan di instansi tersebut yang dituju adalah pimpinan kantor (ketua) pengadilan agama. Dengan alasan untuk konsultasi mereka menyerang ketua dengan kata-kata yang sungguh tidak sopan, menggurui bahkan mengancam akan menyebarkan kasus ini ke media.
Rombongan itu (menurut pengakuan meraka) terdiri dari seorang anggota LBH, dan beberapa ‘wartawan’. Mereka memprotes keras putusan hakim yang tidak memenangkan klien mereka dalam sidang beberapa hari yang lalu. Informasi saya kami dapatkan bahwa ‘T’ melalui ‘kuasa’nya telah mengajukan gugatan harta bersama yang mereka sendiri tidak tahu asal usul dan bagaimana harta yang disengketakan.
Beberapa hari sebelumnya anggota LBH yang merupakan wajah-wajah yang sering membawa orang berperkara ke instansi pemerintah tersebut, mereka bertingkah layaknya pengacara, mereka mendaftarkan ‘clien’ mereka di kepaniteraan Pengadilan Agama, dengan wajah dan kata-kata yang sungguh membuat ‘orang bawaannya’ sumringah dan yakin dengan kemenangan atas perkaranya.
Usut punya usut ternyata markus-markus itu telah menjanjikan kemenangan atas klien mereka, dengan bayaran puluhan juta dan kelihaian bersilat lidah, mereka memperdaya klien mereka dengan janji-janji manis akan memenangkan perkaranya bahkan dengan dengan cara menjual nama hakim dengan mengatakan akan membayar hakim yang menangani perkara supaya pihaknya dimenangkan. Astagfirullah, Sungguh fitnah yang sangat keji, karena hakim-hakim itu lebih mengedepankan kejujuran dalam bertugas sebagaimana amanah agama, dan juga etika profesi (PPH) yang mereka pedomani.
Pihak yang kecewa dengan ‘kuasa bayangan’ (baca : markus) tersebut dengan polosnya akhirnya mengaku bahwa mereka telah memberikan sejumlah uang kepada ‘kuasa bayangan’ tersebut dengan jaminan akan membantu memenangkan perkaranya. Adalah wajar bila masyarakat awan (baca : orang kampung) yang memang buta dengan ketentuan-ketentuan hukum, mereka dengan mudah termakan rayuan orang-orang yang dengan tega memanfaatkan kepolosan mereka untuk menuai keuntungan pribadi.
Penomena Markus Dimasa Kini
Akhir-akhir ini kita melihat pemberitaaan-pemberitaan di sebagaian besar media, tengah marak memberitakan dan menyoroti persoalan-persoalan hukum yang tengah dirundung masalah. Kita pernah dan sering mendengar adanya istilah ” mafia peradilan ” yang menyoroti hakim-hakim yang bermasalah , dan pada akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah “mafia hukum” yang menyoroti tentang adanya makelar kasus (markus) yang berkeliaran di area institusi-institusi penegak hukum. Dengan fenomena mafia hukum yang muncul akhir-akhir ini, bahkan sampai-sampai membuat pemerintah meninjau ulang dan merevisi program kerja untuk disesuaikan dengan dinamika yang berkembang di masyarakat, dengan mencanangkan ” pemberantasan mafia hukum ” dan menempatkan agenda ini pada urutan pertama. Untuk membuktikan agenda tersebut, maka selanjutnya dibentuklah ” Satuan Tugas ( Satgas) Hukum ” dimaksudkan guna memerangi makelar-makelar kasus ( markus ) serta melakukan investigasi dan kemudian merekomendasikan kepada pejabat yang berkompeten, terkait dengan permasalahan-permasalahan hukum yang ditemukannya.
Pada hakekatnya kedua sebutan atau istilah mafia tersebut maknanya sama, ialah adanya kongkalingkong untuk melakukan transaksi jual beli perkara pidana yang dilakukan oleh markus dengan oknum penegak hukum yang dalam hal ini adalah Polri, Jaksa, dan Hakim. Hanya kalau istilah mafia peradilan lebih spesifik ditujukan kepada oknum Hakim yang memperjual belikan putusan.
Sebagai seorang Advokat atau Pengacara yang telah berkiprah belasan tahun di dunia hukum, tentunya saya juga banyak tahu tentang liku-liku transaksi ” jual beli ” perkara, baik itu perkara perdata maupun perkara pidana, khususnya mengenai perkara pidana. Menurut pengalaman yang saya ketahui dilapangan, transaksi jual beli semacam ini, kecenderungannya dilakukan oleh perseorangan. Hampir saya tidak pernah ketahui dan atau saya dengar, hal semacam ini dilakukan oleh sekelompok atau sebuah organisasi yang terorganisir. Kecenderungannya dilakukan oleh perseorangan dengan menggunakan pengaruh-pengaruh pejabat negara.
Jujur saja makelar kasus memang betul-betul ada, namun demikian tidak semarak ketika era orde baru. Pada era reformasi makelar kasus masih ada, akan tetapi agak berkurang ketimbang pada masa orde baru, mengapa demikian ? kalau kita mau jujur masa reformasi ini relatif bagus untuk kemajuan di bidang hukum, kendati belum amat signifikan tetapi setidak-tidaknya supremasi hukum kita kian membaik seiring dengan keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi. Lembaga ini dikalangan pejabat cukup disegani, sehingga membuat banyak pejabat yang takut berniat melakukan korupsi. Selama ini saya menilai, Lembaga ini cukup baik mengantarkan ke kemajuan supremasi hukum kita, sebagai contoh sejak adanya KPK, tidak sedikit pejabat-pejabat tinggi negara yang diseret kemeja hijau bahkan sampai divonis hukuman penjara puluhan tahun. Coba pembaca menengok kebelakang ketika zaman orde baru, nyaris tak pernah ada seorang pejabat bahkan ke level bawah bupati yang yang terseret ke meja hijau dan sampai dipenjarakan. Sementara ini menurut hemat saya, KPK amatlah patut menjadi ” teladan hukum ” bagi institusi penegak hukum di negara kita, dan lebih-lebih pembaca yang ramai-ramai mencanangkan ” Teladan Hukum ” di negara kita.
Sebenarnya pemerintah juga sudah berusaha mengatisipasi serta mencoba memberantas mafia hukum ini, dengan dibentuknya komisi-komisi di institusi penegak hukum, seperti di tubuh Polri ada Komisi Kepolisian, lalu ditubuh Kejaksaan ada Komisi Kejaksaan, dan di Pengadilan ada Komisi Yudisial, adapun komisi-komisi ini bertugas melakukan pengawasan, penyelidikan dan penyidikan kepada jajaran penegak hukum di masing-masing institusinya jika disinyalir ada dugaan penyimpangan, dan selanjutnya apabila ditemukan ada indikasi kuat terjadi penyimpangan maka Komisi ini akan merekomendasikan kepada atasannya, dan bilamana perlu rekomendasi ini disampaikan kepada Presiden untuk dilakukan tindakan tegas. Barangkali dipandang Komisi-Komisi ini kurang bergigi, maka dibentuklah lembaga baru yang berdiri beberapa hari yang lalu yang bernama Satgas Hukum.
Kalau saya mengamati kejadian makelar kasus atau istilah yang lagi ngetrend mafia hukum ini, akan terminimalisir manakala banyak pejabat penegak hukum yang tidak memberikan peluang kepada mereka. Namun kenyataannya masih banyak pejabat penegak hukum yang memberikan dan membuka peluang mereka masuk lantaran adanya sebuah rayuan, iming-iming dan sebagainya sehingga membuat oknum pejabat tersebut terbujuk untuk melakukan sesuatu demi kepentingan si markus tersebut.
Tapi itulah hakim, dengan segala keterbatasan pasilitas yang diberikan kepadanya mereka masih mengedepankan kejujuran dalam bertugas meski nyawa mereka jadi taruhannya. Meski acapkali pandangan sinis tetap mereka terima dari oknum-oknum yang kecewa dengan kejujuran mereka. Toh mereka yakin yang Maha Kuasa tidak akan memnutup mata akan karya dan pengabdian mereka sebagai Wakil Tuhan menegakkan keadilan di Bumi ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Galery Video
Waktu Saat Ini
Link Almamater
Link Silarurahim
Hiburan
Jadwal Sholat
Rangkin FIFA
www.amrulgunper82.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.
Sahabatku
Arsip Blog
Sosok Hukum
Live Terbeken FM
Berita Lain
-
TUGAS POKOK HAKIM ( Makalah Pembinaan Hakim ) Yang harus dilakukan para Hakim terkait dengan tugas pokok : A. Menerima, memeriksa dan mengad...
-
Nalar dan Wahyu Filsafat dan Agama berbicara tentang hal yang sama, yaitu manusia dan dunianya. Apabila yang satu membawa kebenaran yang be...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gugatan perwakilan kelompok atau yang lebih dikenal dengan istilah class action yakni merupakan su...
-
Produk hakim dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan ada 3 (tiga) macam, yaitu: 1) Putusan 2) Penetapan 3) Akta perdamaian Putusan...
-
Sebuah legenda beredar dari kaki Gunung Karampuang , Kabupaten Sinjai , Sulswesi Selatan. Legenda tentang seorang manusia sakti bernama ...
-
(Dikutip dari www.bambangoke.com) Install IDM 5.19 tadi, setelah selesai maka akan muncul peringatan Internet Download Manager has been Reg...
-
(penulis : ITA) 1. Mr. Palomar Tokoh yang dibuat oleh Calvino tentang Mr. Palomar adalah orang yang mencari ‘kunci untuk menguas...
-
Kompilasi Hukum Islam dan UU Perlindungan Anak (Kajian Terhadap Permasalahan Itsbat Nikah/Itsbat Poligami) Amirullah Arsyad Pe...
-
( Dikutip dari Justitia Blog oleh Alie ) John Austin memberikan defenisi hukum sebagai “peraturan yang diadakan untuk memberikan bimb...
-
INDAHNYA PERSAHABATAN ( Catatan ini ku persembahkan buat sahabatku Rusmin Saleh dan Arsyad Beddu Lele 0 Tak pernah terfikirkan sebelumny...
Kalender
About Me
- Amirullah Arsyad
- Lahir di Sinjai tanggal 7 Juli 1982, putra ke 5 dari 7 orang bersaudara pasangan M. Arsyad Bakry dan St. Hasnah Gani (alm), riwayat pendidikan dimulai dari SD Negeri 183 Sinjai (1994,kemudian mengembara menimba ilmu di kampung tetangga, Madrasah I'dadiyyah DDI Mangkoso (1995), MTS DDI Mangkoso (1998), MA DDI Mangkoso (2001), STAI DDI Mangkoso (2006), dan saat ini sedang menyelesaikan pendidikan pada program Pascasarjana UMI Makassar konsentrasi Hukum Perdata. Jenjang karir mulai tahun 2007 (CPNS/Cakim) pada PA Jeneponto, kemudian tahun 2010 diangkat menjadi Hakim di PA Bitung, Sulut. Semasa Aliyah sampai S1 dia aktip di Organisasi daerah asal santri ORDAS IKSAGO, KUMSASIN, disamping juga aktip di Organisasi kemahasiswaan. Motto : jabatan bukanlah cita-cita, tetapi hanya alat untuk meraih cita-cita, cita-cita yang sejati adalah kembali ke kampung asal di SURGA
0 komentar:
Posting Komentar